Secara eksplisit materi pendidikan tergambar dalam Q.S. Al-‘Alaq (96) ayat I dan 3 (membaca), ayat 4 (menulis), dan ayat 2 (mengenal diri melalui proses penciptaan secara biologis). Di samping itu, secara implisit Surat Al-‘Alaq menyatakan bahwa materi pendidikan dalam Islam itu terpadu, tidak terbagi antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan kata lain, tidak ada dikotomi ilmu pengetahuan yang akan diajarkan karena pada hakikatnya ilmu itu hanya satu, yaitu bersumber dari Allah Swt sebagai pendidik utama.
Hal ini dapat disimpulkan dari ayat 1 dan 3. Ayat tersebut menyatakan bahwa Tuhan memerintahkan membaca tanpa menyebutkan objek yang harus dibaca. Jadi, apa saja boleh dibaca untuk mendapatkan informasi.
Ilmu pengetahuan tidak terbatas pada teks yang tertulis, tetapi juga yang tidak tertulis, seperti alam semesta. Jadi, objek bacaan tidak penting, selama dilakukan atas nama Tuhan, insya Allah akan memperoleh hasil yang baik dan bermanfaat.
A. Materi Aqidah
Diantara keistimewaan metode pendidikan dalam al-Qur’an ialah ditanamkannya nilai-nilai keimanan kepada Allah, rasa takut kepada-Nya, senantiasa tawakkal dan sadar serta yakin bahwa segala kebaikan dan juga segala kejelekan hanya Allah yang memiliki, tiada yang mampu mencelakakan atau memberi kemanfaatan kepada manusia tanpa izin dari Allah.
Sehingga dengan menanamkan keimanan kepada Allah sejak dini semacam ini, menjadikan masyarakat muslim berjiwa besar, tangguh bak gunung yang menjulang tinggi ke langit, bersih jauh dari sifat-sifat kemunafikan, penakut, berkhianat, memancing di air keruh atau menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
Kisah berikut adalah salah satu contoh nyata pendidikan Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw kepada umatnya:
33. حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُوسَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ وَابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ قَيْسِ بْنِ الْحَجَّاجِ قَالَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنِي قَيْسُ بْنُ الْحَجَّاجِ الْمَعْنَى وَاحِدٌ عَنْ حَنَشٍ الصَّنْعَانِيِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ ص.م. يَوْمًا فَقَالَ يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ *
Artinya:
Dari sahabat Ibnu Abbas ia berkata, Suatu hari aku membonceng Nabi Saw, maka beliau bersabda kepadaku, “Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (syari’at) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (syari’at) Allah, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan) Allah senantiasa dihadapanmu. Bila engkau meminta (sesuatu) maka mintalah kepada Allah, bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Allah tuliskan atasmu. Al-Qalam (pencatat taqdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Abdullah ibn Abbas | I | V | |
2 | Hanas ibn 'Abdillah | II | IV | Tsiqat |
3 | Qais ibn Al-Hajjaj | III | III | Shaduq |
4 | Lais ibn Sa'id | II | Tsiqat | |
5 | 'Abdullah ibn Al-Mubarak | IV | Tsiqat | |
6 | Ahmad ibn Muhammad | V | I | Tsiqat |
7 | At-Tirmidzi | VI | Mukharrij |
34. حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ هَارُونَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ مُحَمَّدٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ وَنَحْنُ عِنْدَهُ فَقَالَ اسْتُعْمِلَ الْحَكَمُ بْنُ عَمْرٍو الْغِفَارِيُّ عَلَى خُرَاسَانَ فَتَمَنَّاهُ عِمْرَانُ حَتَّى قَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ أَلَا نَدْعُوهُ لَكَ فَقَالَ لَهُ لَا ثُمَّ قَامَ عِمْرَانُ فَلَقِيَهُ بَيْنَ النَّاسِ فَقَالَ عِمْرَانُ إِنَّكَ قَدْ وُلِّيتَ أَمْرًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ عَظِيمًا ثُمَّ أَمَرَهُ وَنَهَاهُ وَوَعَظَهُ ثُمَّ قَالَ هَلْ تَذْكُرُ يَوْمَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص.م. لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ الْحَكَمُ نَعَمْ قَالَ عِمْرَانُ اللَّهُ أَكْبَرُ *
Artinya:
Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada khaliq.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Imran ibn Hashin | I | IV | |
2 | Muhammad ibn Sirin | II | III | Tsiqat |
3 | Hisyam ibn Hasan | III | II | Tsiqat |
4 | Yazid ibn Harun | IV | I | Tsiqat |
5 | Ahmad ibn Hanbal | V | Mukharrij |
Artinya:
Janganlah engkau menyekutukan Allah dengan sesuatu, meskipun engkau dipotong-potong atau dibakar musuh.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Uwaimir ibn Malik | I | VI | |
2 | Hajimah ibnt Hayy | II | V | Tsiqat |
3 | Syahr ibn Hausab | III | IV | Tsiqat |
4 | Rasyid ibn Najih | IV | III | Shaduq |
5 | Muhammad ibn Ibrahim | V | II | Tsiqat |
6 | Al-Husain ibn Al-Hasan | VI | I | Tsiqat |
7 | Ibn Majah | VII | Mukharrij |
B. Materi Ibadah
36. حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنِ ابْنِ مُحَيْرِيزٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ بَنِي كِنَانَةَ يُدْعَى الْمُخْدَجِيَّ سَمِعَ رَجُلًا بِالشَّامِ يُكَنَّى أَبَا مُحَمَّدٍ يَقُولُ إِنَّ الْوِتْرَ وَاجِبٌ فَقَالَ الْمُخْدَجِيُّ فَرُحْتُ إِلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَاعْتَرَضْتُ لَهُ وَهُوَ رَائِحٌ إِلَى الْمَسْجِدِ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ فَقَالَ عُبَادَةُ كَذَبَ أَبُو مُحَمَّدٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الْعِبَادِ فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ *
Artinya:
Lima shalat yang diwajibkan Allah Swt bagi hamba-bamba-Nya. Maka siapa yang mengerjakannya dengan sempurna tanpa kurang karena menganggap remeh hal itu, niscaya baginya disisi Allah ada jaminan bahwa Allah Swt akan memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa yang meninggalkannya karena menganggap remeh shalat itu, niscaya baginya tak ada jaminan di sisi Allah dan jika Allah berkehendak maka Dia merahmatinya, dan jika berkehendak pula Dia mengadzabnya.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Ubadah ibn Shamit | I | V | |
2 | Al-Mukhdaji | II | IV | la ya'rif |
3 | Abdullah ibn Muhairiz | III | III | Tsiqat |
4 | Muhammad ibn Yahya | IV | II | Tsiqat |
5 | Yahya ibn Sa'id | V | I | Tsiqat |
6 | Malik | VI | Mukharrij |
Dalam shalat itu kita mendapatkan keinsyafan akan tujuan akhir hidup kita, yaitu penghambaan diri (ibadah) kepada Allah, dan melalui shalat itu kita memperoleh pendidikan untuk komitmen kepada nilai-nilai hidup yang luhur. Dalam perkataan lain, nampak pada kita bahwa shalat mempunyai dua makna sekaligus: makna intrinsik, sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan makna instrumental, sebagai sarana pendidikan ke arah nilai-nilai luhur.
Maka ketika dalam shalat dibacalah Surat Al-Fatihah. Kandungan makna surat itu yang terutama harus dihayati benar-benar ialah permohonan kepada Allah agar ditunjukkan jalan yang lurus (al-shirath al-mustaqim). Permohonan itu setelah didahului dengan pernyataan, bahwa seluruh perbuatan dirinya akan dipertanggung jawabkan kepada Allah di hari akhir (“basmalah”), diteruskan dengan pengakuan dan panjatan pujian kepada-Nya sebagai pemelihara seluruh alam raya (“hamdalah”), Yang Maha Pengasih (“al-rahman”) dan Maha Penyayang (“al-rahim”).
C. Materi Akhlak
Pendidikan akhlak dapat dipahami dari isyarat Allah tentang perilaku Abu Jahal yang tidak bersahabat dengan Nabi Muhammad Saw. dan adanya penjelasan Allah tentang tingkah lakunya yang sombong sehingga pada ayat terakhir Allah melarang keras untuk patuh dan tunduk kepadanya. Selain itu, Allah juga menggambarkan akhlak yang terpuji, seperti mengajak untuk bertakwa. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. Al-‘Alaq (96): 6-13
Ilmu dan akhlak adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Ilmu adalah substansi dan penggerak kehidupan dan akhlak adalah tubuh dan hiasan kehidupan. Untuk itu, akhlak mempunyai peran yang sangat signifikan dalam membentuk image kehidupan dan biasnya. Maka seseorang disebut ulama apabila dia itu orang yang berilmu dan mengamalkannya dengan bijak dan bukan orang yang banyak ilmunya tapi tidak diamalkan dalam perilakunya.
Menurut al-Ghazali, ada dua cara dalam mendidik akhlak, yaitu; pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan di ulang-ulang. Selain itu juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Illahi dan sempumanya fitrah (kejadian), agar nafsu-syahwat dan amarah itu dijadikan lurus, patuh kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu (‘alim) tanpa belajar, terdidik tanpa pendidikan, ilmu ini disebut juga dengan ladunniah.
Kedua, akhlak tersebut diusahakan dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan membawa diri kepada perbuatan-perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan latihan.
37. حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ يَعْلَى بْنِ مَمْلَكٍ عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ *
Artinya:
Tiada amal yang lebih berat dalam timbangan orang mukmin di hari kiamat daripada akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah Swt benci terhadap orang yang berkata kotor dan berakhlak jelek.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Uwaimir ibn Malik | I | VII | |
2 | Hujaimah ibnt Hayy | II | VI | Tsiqat |
3 | Ya'la ibn Mamlak | III | V | Maqbul |
4 | Abdullah ibn Ubidillah | IV | IV | Tsiqat |
5 | 'Amr bn Dinar | V | III | Tsiqat |
6 | Sufyan ibn 'Uyainah | VI | II | Tsiqat |
7 | Muhammad ibn Yahya | VII | I | Shaduq |
8 | At-Tirmidzi | VIII | Mukharrij |
Arinya:
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Bertitik tolak dari pengertian bahasa di atas, yakni akhlak sebagai kelakuan, kita selanjutnya dapat berkata bahwa akhlak atau kelakuan manusia sangat beragam. Kata akhlak banyak ditemukan di dalam hadits-hadits Nabi Saw., dan salah satunya yang paling populer adalah:
38. حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ *
Artinya:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Abd Rahman ibn Shahr | I | VI | |
2 | Dakwan | II | V | Tsiqat |
3 | Al-Qa'qa' ibn Hakim | III | IV | Tsiqat |
4 | Muhammad ibn 'Ajlan | IV | III | Shaduq |
5 | Abd Aziz ibn Muhammad | V | II | Shaduq |
6 | Sa'id ibn Manshur | VI | I | Tsiqat |
7 | Ahmad ibn Hanbal | VII | Mukharrij |
Adapun orang-orang yang terdidik dengan metode agar bisa selamat tanpa mengindahkan dinamika kehidupan yang heterogen dan dinamis, tertinggal jauh dari dinamika kehidupan yang real bahkan menjadi asing dalam kampung kehidupannya. Maka tidak aneh bila bangsa kita menjadi ladang yang subur untuk dieksploitasi dan dibodohi oleh pihak lain.
Kepintaran yang tidak berakhlak dan kebodohan yang diselimuti oleh kemiskinan yang absolut adalah ciri khas segmen masyarakat kita. Kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya terlihat jauh, bagaikan langit dan bumi. Itu baru dalam bidang pembangunan.
Jadi, jelaslah kepintaran tanpa akhlak dan kebodohan yang absolut walaupun dihiasi agama merupakan pangkal dari kehancuran dan kemusnahan bangsa kita.
Sebenarnya, kedua bidang pendidikan tadi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sangat diperlukan dalam kehidupan umat manusia, baik bagi mereka yang ingin selamat atau bagi mereka yang ingin sukses karena moral dan pengetahuan adalah pangkal keselamatan dan sebaliknya amoral dan kebodohan adalah pangkal kehancuran.
Ilmu dan akhlak adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Ilmu adalah substansi dan penggerak kehidupan dan akhlak adalah tubuh dan hiasan kehidupan. Untuk itu, akhlak mempunyai peran yang sangat signifikan dalam membentuk image kehidupan dan biasnya. Maka seseorang disebut ulama apabila dia itu orang yang berilmu dan mengamalkannya dengan bijak dan bukan orang yang banyak ilmunya tapi tidak diamalkan dalam perilakunya.