Pembiasaan dan pengamalan,
Mauidzah (ayat 19),
Artinya:
Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
Targib wa tarhib (ayat 8, 15-18), dan
Artinya:
Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
Artinya:
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya.
Artinya:
Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah.
Hiwar khitabi ta’ridi (ayat 9-10).
Artinya:
Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat.
Bila kita berbicara tentang sebuah pendidikan dan pengajaran, maka hal itu terkait dengan sebuah metode yang digunakan saat menyampaikan sebuah materi atau pelajaran. Seringkali terjadi dibeberapa sekolah atau lembaga pendidikan yang mana situasi pembelajaran yang ada didalamnya kurang efektif dan tidak membuat siswa nyaman untuk belajar. Hal ini dikarenakan seorang pendidik di lembaga tersebut kurang atau belum menguasi prinsip-prinsip metode yang seharusnya digunakannya saat mengajar.
Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang berarti cara atau jalan. Secara bahasa, metode adalah suatu jalan atau cara untuk mengerjakan sesuatu. Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai satu tujuan. Cara utama ini dipergunakan setelah menyelidiki dan memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penyelidikan.
Sedangkan dalam konteks pendidikan, metode adalah suatu cara dan siasat penyampaian bahan pelajaran tertentu dari suatu mata pelajaran, agar siswa dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran. Proses belajar-mengajar akan berjalan dengan baik kalau metode yang digunakan betul-betul tepat, karena antara pendidikan dengan metode saling berkaitan.
Selain itu juga dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik. Kedua kegiatan ini saling mempengaruhi dan dapat menentukan hasil belajar. Disini kemampuan guru dalam menyampaikan atau mentransformasikan bidang studi dengan baik, merupakan syarat mutlak yang tidak dapat ditawar lagi karena hal ini dapat mempengaruhi proses mengajar dan hasil belajar siswa.
Untuk dapat menyampaikan pelajaran dengan baik agar siswa lebih mudah memahami pelajaran, seorang guru selain harus menguasai materi, dia juga dituntut untuk dapat terampil dalam memilih dan menggunakan metode mengajar yang tepat untuk situasi dan kondisi yang dihadapinya. Seorang guru sangat dituntut untuk dapat memiliki pengertian secara umum mengenai sifat berbagai metode, baik mengenai kebaikan metode maupun mengenai kelemahan-kelemahannya.
Apabila ditarik pada pendidikan islam, metode dapat diartikan sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi islami.
Dari sini jelaslah bahwa metode sangat berfungsi dalam menyampaikan materi pendidikan, bahkan ada sebuah adagium yang menyatakan bahwa “metode lebih utama dari pada materi (al-taiqah aula min al-madah)” disebabkan materi itu bagaikan raga yang harus digerakkan oleh jiwa. Tanpa adanya penggerak yang membawa pada tujuan maka proses pendidikan tidak akan tecapai secara maksimal.
A. Metode Dialog
Untuk lebih mendalam dalam pemahaman meteri maka dimunculakan diskusi atau dialog yang dikemas dengan tanya jawab. Metode ini juga mendapat respon dari al-Qur’an pada surat al-Ankabut (29): 46
Artinya:
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”.
Diskusi atau dialog harus dilaksanakan dengan cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai pendapat orang lain, kedewasaan pikiran dan emosi, berpandangan luas dan sebagainya. Salah satu contoh dialog antara Nabi Saw dan sahabat terekam dalam:
39. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ ح و حَدَّثَنَا الْأَنْصَارِيُّ إِسْحَقُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ سَلَمَةَ مِنْ آلِ ابْنِ الْأَزْرَقِ أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ أَبِي بُرْدَةَ وَهُوَ مِنْ بَنِي عَبْدِ الدَّارِ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ ص.م. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنَ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص.م. هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ *
Artinya:
Telah bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Kata laki-laki itu, “Ya Rasulullah, kami berlayar di laut dan kami hanya membawa air sedikit, jika kami pakai air itu untuk berwudhu, maka kami akan kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut?. Jawab Rasulullah Saw, “Air laut itu suci lagi menyucikan, bangkainya halal dimakan”.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Abd Rahman ibn Shahr | I | VI | |
2 | Al-Mughirah bn Abi Burdah | II | V | Ma'ruf |
3 | Sa'id ibn Salamah | III | IV | Tsiqat |
4 | Shafwan ibn Salim | IV | III | Tsiqat |
5 | Malik bn Anas | V | II | Tsiqat |
6 | Qutaibah ibn Sa'id | VI | I | Tsiqat |
7 | Abu Dawud | VII | Mukharrij |
Perumpamaan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan salah satu corak untuk membimbing jiwa manusia ke arah kebaikan, mencegah dari perbuatan dosa, menghindari noda dan mencegah dari segala bentuk kekurangan. Dalam bahasa klasik banyak ditemukan perumpamaan, pada umumnya dalam bentuk tradisi lisan, diwariskan secara turun temurun. Pencatatan kemudian dilakukan seiring keterampilan baca tulis. Sejarah sastra ‘Arab mencatat bahwa perumpamaan sudah dikenal sejak masa Jahiliyah. Perumpamaan merupakan semacam ungkapan singkat yang mengandung nasihat, sebagai hasil renungan yang cermat. Dalam perumpamaan, orang ‘Arab menonjolkan unsur akurasi makna kalimat dan keindahan perumpamaannya.
Berkaitan dengan perumpamaan ini, al-Tirmidzi telah membuat satu bab yang berisi perumpamaan Nabi dalam kitab jami’nya, yang memuat empat puluh buah hadis. Adapun Kuntowijoyo memandang bahwa perumpamaan bertujuan mengajak dilakukannya kontemplasi untuk memperoleh hikmah. Dengan melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian historis dan melalui metafor-metafor yang berisi hikmah tersembunyi, manusia diajak merenungkan hakikat makna kehidupan.
Ibn Mandzur beranggapan bahwa perumpamaan berarti taswiyah (persamaan). Kata amtsal adalah bentuk jama’ dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil penggunaannya sama dengan syabah, syibh dan syabih dari segi maknanya saja. Beda halnya dengan al-Fairuzabadi yang mengatakan bahwa persamaan penggunaan kata matsal, mitsl dan matsil dengan syabah, syibh dan syabih itu tidak hanya berlaku pada maknanya saja, akan tetapi mencakup lafadznya juga.
Ibn Faris menyatakan bahwa mim, tsa dan lam (matsala) awal mulanya berfungsi untuk menunjukkan perbandingan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Ibn al-‘Arabi, al-mitsal dengan kasrah pada mim menunjukkan ungkapan perumpamaan yang mudah diraba oleh panca indera (mahsus) , sedangkan al-matsal dengan fathah} pada mim dan tsa, maknanya menunjukkan sifat yang penyerupaannya tidak mudah dijangkau oleh panca indera (ma’qul).
Amtsal (perumpamaan) merupakan gaya bahasa yang sering dipakai dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Amtsal memiliki maksud penyerupaan (tasybih) suatu benda terhadap benda lain. Satu hal yang menunjukkan keserasian antara amtsal dan tasybih adalah bahwa kata syibh yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak tercantum kecuali memiliki makna penyerupaan, perumpamaan dan kesamaran antara dua hal. Tasybih bersifat umum sedangkan amtsal bersifat khusus, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa setiap amtsal pasti merupakan tasybih tetapi tidak setiap tasybih merupakan amtsal.
40. حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ غَيْرَ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ جَدِّهِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا *
Artinya:
Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya bagaikan bangunan, sebagian memperkokoh bagian yang lain.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Abdullah ibn Qais | I | V | |
2 | 'Amir ibn 'Abdillah | II | IV | Tsiqat |
3 | Buraid ibn 'Abdillah | III | III | Tsiqat |
4 | Hammad ibn Utsamah | IV | II | Tsiqat |
5 | Hasan ibn 'Ali | V | I | Tsiqat |
6 | At-Tirmidzi | VI | Mukharrij |
Artinya:
Perumpamaanku dengan dunia tiada lain seperti pengendara. Ia berteduh di bawah pohon pada hari yang panas, istirahat kemudian meninggalkannya.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Abdullah ibn Mas'ud | I | VI | |
2 | Alqamah ibn Qais | II | V | Tsiqat |
3 | Ibrahim ibn Yazid | III | IV | Tsiqat |
4 | 'Amr ibn Marwah | IV | III | Tsiqat |
5 | Abd Rahman ibn Abdillah | V | II | Shaduq |
6 | Waqi' ibn Jarrah | VI | I | Tsiqat |
7 | Ahmad ibn Hanbal | VII | Mukharrij |
Artinya:
Perumpamaan pergaulan yang baik dan yang jahat itu seperti penjual minyak kesturi dan tukang pandai besi. Baik engkau menerima pemberian ataupun membeli daripadanya, yang pasti engkau akan mendapat harumnya. Sedangkan dari pandai besi adakalanya akan membakar bajumu, atau paling tidak akan kau dapati bau yang tidak sedap.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Abdullah ibn Qais | I | V | |
2 | Amr ibn Abdillah ibn Qais | II | IV | Tsiqat |
3 | Yazid ibn Abdillah | III | III | Tsiqat |
4 | Abd Al-Wahid ibn Ziyad | IV | II | Tsiqat |
5 | Musa ibn Ismail | V | I | Tsiqat |
6 | Al-Bukhari | VI | Mukharrij |
C. Metode Keteladanan
Keteladanan merupakan bahan utama dalam pendidikan, karena mendidik bukan sebatas penyampaian materi saja, melainkan membangun karakter dalam setiap jiwa peserta didik, oleh karena itu pendidik mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap peserta didik mengenai tingkah laku dan perbuatannya yang dapat dibuat contoh dan di ikutinya. Dalam al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik.
Metode ini sangat penting karena berkaitan dengan tanggung jawab moral bagi pendidik dalam membentuk karakter atau akhlak yang mulia dalam diri peserta didik.
43. حَدَّثَنَا عُثْمَانُ وَأَبُو بَكْرٍ ابْنَا أَبِي شَيْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أُسَامَةَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللَّهُ قَالَتْ كَانَ كَلَامُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَامًا فَصْلًا يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ *
Artinya:
Perkataan Rasulullah Saw itu terpisah-pisah sehingga dapat dipahami oleh setiap orang yang mendengarnya.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Aisyah | I | VII | |
2 | Urwah ibn Zubair | II | VI | Tsiqat |
3 | Muhammad ibn Muslim | III | V | Muttafaq 'ala Ittiqanih |
4 | Utsamah ibn Zaid | IV | IV | Shaduq |
5 | Sufyan ibn Sa'id | V | III | Tsiqat |
6 | Waqi' ibn Al-Jarrah | VI | II | Tsiqat |
7 | Utsman ibn Muhammad | VII | I | Tsiqat |
8 | Abu Dawud | VIII | Mukharrij |
D. Metode Pembiasaan
Menjadikan pembiasaan sebagai sebuah metode pendidikan memang sangat tepat, dalam pembiasaan peserta didik tidak dituntut secara serta merta menguasai sebuah materi dan melaksanakannya, memang dalam pemahaman sangat gampang namun dalam pengamalan yang agak sulit untuk terealisasikan, maka dari itu dibutuhkan sebuah proses dalam mencapainya, yaitu, melalui pembisaan.
44. حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّه عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ سُئِلَ النَّبِيُّ ص.م. أَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ *
Artinya:
Seorang sahabat bertanya kepada kepada Nabi Muhammad Saw.: Amal perbuatan apakah yang paling disukai Allah? Beliau menjawab: Amal yang kekal (tapi biasa dilakukan) walaupun sedikit.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Aisyah | I | V | |
2 | 'Abdullah ibn Abd Rahman ibn 'Auf | II | IV | Tsiqat |
3 | Sa'id ibn Ibrahim | III | III | Tsiqat |
4 | Syu'bah ibn Al-Hajjaj | IV | II | Tsiqat |
5 | Muhammad ibn 'Ar'arah | V | I | Tsiqat |
6 | Al-Bukhari | VI | Mukharrij |
Sebagai seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw adalah memberikan penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang berlebihan akan menyebabkan seorang pendidik tersebut dijauhi dan tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw:
45. حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ الْقُرَشِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ … فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ *
Artinya:
Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka tunaikanlah sesuai dengan kemampuan kalian (yang paling maksimal).
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Jabir ibn Abdillah | I | V | |
2 | 'Atha ibn Abi Rabah | II | IV | Tsiqat |
3 | Musa bn Nafi' | III | III | Shaduq |
4 | Al-Fadhl ibn Dakwan | IV | II | Tsiqat |
5 | Muhammad ibn Abdullah | V | I | Tsiqat |
6 | Muslim | VI | Mukharrij |
46. وحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا لَا تَبْلُغُهُ عُقُولُهُمْ إِلَّا كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً *
Artinya:
Kamu sekali-kali janganlah memberi penjelasan kepada suatu kaum, penjelasan yang tidak bisa dijangkau oleh akan mereka, kecuali ia akan menjadi fitnah bagi sebagian diantara mereka.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Abdullah ibn Mas'ud | I | VI | |
2 | Ubaidillah ibn Abdullah | II | V | Tsiqat |
3 | Muhammad bin Muslim | III | IV | muttafaq 'ala ittiqanih |
4 | Yunus ibn Yazid | IV | III | Tsiqat |
5 | Abdullah ibn Wahab | V | II | Tsiqat |
6 | Ahmad ibn 'Amr | VI | I | |
6 | Muslim | VII | Mukharrij |
47. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ قُلْتُ لِسُهَيْلٍ إِنَّ عَمْرًا حَدَّثَنَا عَنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِيكَ قَالَ وَرَجَوْتُ أَنْ يُسْقِطَ عَنِّي رَجُلًا قَالَ فَقَالَ سَمِعْتُهُ مِنِ الَّذِي سَمِعَهُ مِنْهُ أَبِي كَانَ صَدِيقًا لَهُ بِالشَّامِ ثُمَّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ ص.م. قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ*
Artinya:
Agama itu adalah nasihat. Kami (sahabat) bertanya. “Untuk siapa kami memberi nasihat?”. Nabi menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk pemimpin umat Islam dan untuk seluruh umat Islam”.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Tamim bn Aus | I | VII | |
2 | Atha bn Yazid | II | VI | Tsiqat |
3 | Dakwan | III | V | Tsiqat |
4 | Al-Qa'qa' | IV | IV | Tsiqat |
5 | Amr ibn Dinar | V | III | Tsiqat |
6 | Sufyan ibn Uyainah | VI | II | Tsiqat |
7 | Muhammad ibn Ibad | VII | I | Shaduq |
8 | Muslim | VIII | Mukharrij |
F. Metode Ganjaran dan Hukuman
Penghargaan dan sanksi bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada kalanya anak didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang memang menginginkan mendapat pujian dari gurunya. Rasul Saw mencontohkan mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah Swt mengutamakan menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena suka akan memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang dada.
48. حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ حَدَّثَنِي كَعْبُ بْنُ عَلْقَمَةَ عَنْ عِيسَى بْنِ هِلَالٍ الصَّدَفِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنِ النَّبِيِّ ص.م. أَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلَاةَ يَوْمًا فَقَالَ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلَا بُرْهَانٌ وَلَا نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ *
Artinya:
Siapa yang memelihara shalat itu, niscaya baginya ada cahaya, bukti dan keselamatan pada Hari Kiamat. Sementara orang yang tidak menjaganya, niscaya tidak memiliki cahaya, bukti maupun keselamatan. Dan dia pada Hari Kiamat akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay ibn Khalaf.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Abdullah ibn Umar | I | V | |
2 | 'Isa ibn Hilal | II | IV | Shaduq |
3 | Ka'ab ibn Alqamah | III | III | Shaduq |
4 | Sa'id ibn Miqlash | IV | II | Tsiqat |
5 | 'Abdullah ibn Yazid | V | I | Tsiqat |
6 | Ahmad ibn Hanbal | VI | Mukharrij | Tsiqat |
49. حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ عَنْ عَمِّهِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص.م. عَلِّمُوا الصَّبِيَّ الصَّلَاةَ ابْنَ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا ابْنَ عَشْرٍ *
Artinya:
Ajarilah anak shalat oleh kalian sejak usia 7 tahun dan pukullah dia karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun.
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | Saburah ibn Ma'bad | I | V | |
2 | Ar-Rabi' ibn Saburah | II | IV | Tsiqat |
3 | Abdul Malik ibn Ar-Rabi' | III | III | Tsiqat |
4 | Harmalah ibn Abd Aziz | IV | II | La Ba'sa bih |
5 | Ali ibn Hujr | V | I | Tsiqat |
6 | At-Tirmidzi | VI | Mukharrij |
G. Metode Kisah
Metode cerita atau kisah dianggap efektif dan mempunyai daya tarik yang kuat sesuai dengan sifat alamiah manusia yang menyenangi cerita, oleh karena itu Islam mengeksplorasikan cerita menjadi salah-satu teknik dalam pendidikan. Contohnya sabda Nabi Saw.:
50. حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ حَدَّثَنَا أَبُو ضَمْرَةَ حَدَّثَنَا مُوسَى عَنْ نَافِعٍ قَالَ عَبْدُاللَّهِ ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَيْنَ ظَهْرَيِ النَّاسِ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ أَلَا إِنَّ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ *
Artinya:
Bahwa Rasulullah menyebut al-Masih al-Dajjal dihadapan orang banyak. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah mata. Ketahuilah, sesungguhnya al-Masih al-Dajjal itu buta matanya sebelah kanan, sedangkan matanya seperti buah anggur yang timbul.”
Penilaian Kualitas Periwayat
No | Nama | Urutan | Urutan | Penilaian |
---|---|---|---|---|
Periwayat | Rawi | Sanad | Ulama | |
1 | 'Abdullah ibn 'Umar | I | V | |
2 | Nafi' | II | IV | Tsiqat |
3 | Musa ibn 'Aqabah | III | III | Tsiqat |
4 | Anas ibn 'Iyadh | IV | II | Tsiqat |
5 | Ibrahim ibn Mundzir | V | I | Shaduq |
5 | Ad-Darimi | VI | Mukharrij |
Pernyataan bahwa Allah tidak buta sebelah mata adalah ungkapan simbolik yang dapat diartikan dengan kekuasaan, dengan kata lain kekuasaan Allah tidaklah cacat. Pernyataan bahwa al-Masih al-Dajjal itu buta matanya sebelah kanan juga merupakan ungkapan simbolik yang artinya keadaan yang penuh dengan ketimpangan; para penguasa pada saat itu bersikap lalim, kaum lemah terpinggirkan, amanah dikhianati, dan berbagai kemaksiatan lain yang merajalela di tengah-tengah masyarakat.
Al-Qur’an dan as-Sunnah selain berisi ajaran yang diterima Rasulullah, juga banyak berisi cerita-cerita, sehingga di dalam al-Qur’an sendiri, terdapat suatu surat bernama al-Qashash. Cerita-cerita yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dari peranan yang diemban Nabi Saw. dalam melaksanakan tugasnya sebagai Rasul.
Pengetahuan yang diberikan Allah kepada Rasulullah selain untuk membangkitkan semangat juang Nabi, juga sebagai salah satu bentuk dari mukjizat yang menunjukkan betapa Nabi mempunyai pengetahuan yang sedemikian banyaknya tentang peristiwa-peristiwa masa lalu. Pengetahuan ini amat perlu karena selain memberikan keyakinan kepada masyarakat Arab pada masa itu tentang kebenaran yang beliau bawa, juga merupakan senjata yang amat ampuh dalam menghadapi tantangan orang-orang Yahudi yang berusaha menggagalkan misi yang dibawa oleh Rasulullah.
Kisah-kisah para Nabi banyak dipaparkan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Tidak hanya Rasulullah Saw., tetapi juga para Nabi sebelum beliau. Meskipun demikian, al-Qur’an dan as-Sunnah juga menyajikan kisah-kisah yang menyangkut berbagai peristiwa, seperti kerajaan Saba’, kisah Iskandar Zulkarnain, Ahlul Kahfi, Luqman, kerajaan-kerajaan dan kota-kota besar yang pernah berjaya tetapi kemudian hancur, dan lain-lain.
Kisah-kisah tersebut tentunya dipaparkan untuk memberikan tauladan kepada kaum muslim. Secara garis besar, berikut ini adalah tujuan pemaparan kisah-kisah tersebut:
1. Meringankan penderitaan yang dirasakan oleh para tokoh sejarah dalam menegakkan kebenaran.
2. Memanatapkan pendirian Nabi dan umat muslim, sehingga tercapai kemenangan.
3. Menegakkan nilai-nilai baru untuk menghancurkan kebiasaan masyarakat yang bobrok, seperti hikmah dari kisah kebiasaan kaum Luth.
4. Mengajarkan nilai kejujuran dalam melakukan kegiatan ekonomi dan hubungan sosial lainnya.