Tujuan Pendidikan

Pendidikan
Tujuan merupakan fitrah yang telah melekat dalam diri setiap insan. Tidak ada tindakan manusia yang tidak mempunyai tujan. Sesungguhnya perbuatan seorang yang ia lakukan tanpa sadar mempunyai tujuan, walupun ia tidak mengetahui tujuan itu.

Tujuan pendidikan di sini ialah agar manusia mempunyai pengetahuan sehingga dapat beribadah dan bersujud serta mendekatkan diri kepada-Nya. Itu berarti bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mendapatkan ridha-Nya. Masalah ini terlihat dengan jelas dalam Q.S. Al-‘Alaq (96): 1, 5, dan 19.

Artinya:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.

Artinya:

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Artinya:

Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

Islam menghendaki bahwa manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam Q.S. Ad-Dzariyat (51): 56

Artinya:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang Islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.

Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.

A. Tujuan Pendidikan Jasmani 


Pendidikan jasmani dapat kita lihat dari isyarat Allah pada ibadah shalat. Di dalamnya diajarkan sujud dan zikir. Meskipun gerak-gerak dalam ibadah tersebut bukan bertujuan untuk senam, jelas hal itu tidak dapat dilepaskan dari pendidikan jasmani, yaitu menggerakkan tubuh untuk menyegarkan jasmani agar dalam beribadah lebih khusu’ dan konsentrasi. Oleh karena itu, Q.S. Al-‘Alaq (96): 10 dan 19 boleh disebut memberikan indikasi terhadap pendidikan jasmani.

Artinya:

Seorang hamba ketika mengerjakan shalat.

Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam. Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.

Para pendidik muslim sejak zaman permulaan perkembangan Islam telah mengetahui pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. 

31. حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص.م. الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ *

Artinya:

Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi oleh Allah ketimbang orang mukmin yang lemah. 

Penilaian Kualitas Periwayat

NoNamaUrutan Urutan Penilaian
PeriwayatRawiSanadUlama
1Abd Rahman ibn ShahrIVI
2Abd Rahman ibn HurmuzIIVTsiqat
3Muhammad ibn YahyaIIIIVTsiqat
4Rabi'ah ibn UtsmanIVIIIShaduq
5Abdullah ibn IdrisVIITsiqat
6Abu Bakr ibn Abi SyaibahVIITsiqat
7MuslimVIIMukharrij

B. Tujuan Pendidikan Rohani 


Kemampuan rohani atau aspek afektif yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi aktivitas positif, empati harus menjadi sasaran dalam proses pendidikan. Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap oleh indera.

Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al-Qur’an tempatnya didalam kalbu.

C. Tujuan Pendidikan Akal 

Dalam Q.S. Al-‘Alaq (96): 1-2, Allah mengisyaratkan tentang pendidikan akal. Allah merangsang manusia untuk berpikir dengan perintah membaca. Kemudian dilanjutkan dengan informasi tentang penciptaan manusia yang berasal dari ‘alaq. Bukankah pola susunan kalimat dan muatan materi yang disampaikannya itu merangsang manusia untuk memikirkan secara rasional yang objektif ? Berarti sejak wahyu pertama diturunkan, pendidikan akal ini telah mulai dicanangkan oleh al-Qur’an.

Kompetensi anak didik yang harus dimilki selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah).

Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Paling tidak terdapat tujuh kata yang digunakan, seperti: nazara, tadabbara, tafakkara, tadzakkara, faqiha, ‘aqala dan fahima.

1. Kata nadzara, seperti terdapat dalam Q.S. Al-Ghasiyyah (88): 17

Artinya:

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. 

2. Kata tadabbara, seperti terdapat dalam Q.S. Muhammad (47): 24

Artinya:

Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?.

3. Kata tafakkara, seperti terdapat dalam Q.S. Ali-Imran (16): 191

Artinya:

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

4. Kata tadzakkara, seperti terdapat dalam Q.S. An-Nahl (16): 17

Artinya:

Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?. Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.

5. Kata faqiha, seperti terdapat dalam Q.S. At-Taubah (9): 122

Artinya:

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

6. Kata aqala, seperti terdapat dalam Q.S. Al-Anfal (8): 22

Artinya:

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.

7. Kata fahima, seperti terdapat dalam Q.S. Al-Anbiya (21): 79

Artinya:

Maka kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah kami berikan hikmah dan ilmu dan telah kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang melakukannya.

D. Tujuan Pendidikan Sosial 


Tujuan pendidikan yang bersifat sosial- kemasyarakatan adalah membentuk sebuah masyarakat yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar, sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. Ali Imran (3): 110

Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. 

Untuk menuju ke tujuan yang agung tersebut, tentunya Umat Islam harus mempunyai bekal dan kemampuan yang cukup dalam segala bidang. 

Dilihat dari implimentasinya, amal shaleh dapat dibagi kepada amal agama yang shaleh, amal sosial yang sholeh dan amal alami yang sholeh. Namun bila dilihat dari pengaruhnya, amal shaleh dapat dikatagorikan kepada dua kelompok: Pertama, amal yang mendatangkan kemanfaatan dan keridhaan Allah. Kedua, amal yang bertujuan menghindarkan kemudharatan dan menjauhkan kemarahan Allah.

Individu yang melakukan kedua bentuk amal shaleh itu desebut sebagai shaleh-mushlih. Sedangkan yang hanya melakukan yang pertama saja disebut dengan shaleh. Melakukan salah satunya belumlah memadai, sebab yang pertama diperlukan untuk pengembangan dan kemajuan, sedangkan yang kedua adalah untuk menghalangi sebab-sebab kemafsadatan dan keterbelakangan. 

Pendidikan Islam berusaha untuk menciptakan manusia yang shaleh dan mushlih itu, dalam arti berusaha menciptakan insan yang akan berusaha melakukan kedua sisi amal shaleh tersebut. 

Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana cara pendidikan Islam menciptakan individu yang beramal shaleh? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memberikan defenisi amal dan bagaimana menciptakan amal itu.

Amal dalam pendidikan Islam adalah semua gerak yang diiringi dengan niat. Nabi Saw bersabda:

32. حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُاللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِي اللَّه عَنْه عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ص.م. يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ *

Artinya:

Bahwasanya segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kearah keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya itu karena dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawini, maka hijrahnya itu kearah yang ditujunya. 

Setiap gerakan tanpa niat (tujuan) tidak dinamakan amal. Bila dikhususkan kepada manusia, maka setiap gerak yang bertujuan mendatangkan kemanfaatan atau menghindarkan kemadharatan (keburukan) dinamakan oleh al-Qur’an sebagai amal. Sedangkan gerak tanpa tujuan disebut al-Qur’an sebagai jiryan (peredaran), seperti peredaran matahari dan bumi.

Dengan demikian, amal adalah gerak dan tujuan, atau dalam ungkapan lain kudrah dan iradah (kemampuan dan keinginan). Bila ada kemampuan dan ada pula keinginan maka akan tercipta amal.

Penilaian Kualitas Periwayat

NoNamaUrutan Urutan Penilaian
PeriwayatRawiSanadUlama
1'Umar ibn KhaththabIVI
2Alqamah ibn WaqashIIVTsiqat
3Muhammad ibn IbrahimIIIIVTsiqat
4Yahya ibn Sa'idIVIIITsiqat
5Sufyan ibn UyainahVIITsiqat
6Abdullah ibn Az-ZubairVIITsiqat
7Al-BukhariVIIMukharrij
Kudrah dapat berarti tenaga (thaqah) yang terdapat pada manusia dan hewan. Ia dapat pula berarti kemampuan untuk menundukkan alam. Ini hanya dipunyai oleh manusia. Kudrah dalam pengertian inilah yang akan diarahkan oleh pendidikan Islam. Kemampuan untuk menundukkan ini adalah perkawinan antara kemampulan akal dengan pengalaman dan keahlian manusia dalam bidang agama, sosial dan alam.

Sedangkan iradah adalah keinginan individu terhadap tujuan-tujuan tertentu. Iradah ini juga suatu hal yang membedakan manusia dengan hewan.

Atas dasar ini, maka pendidikan Islam memusatkan perhatiannya kepada pembentukan individu muslim agar melakukan amal shaleh dalam dirinya, yaitu dengan mengembangkan kemampuan akal sampai ketingkat kematangan dan keahlian baik dalam bidang agama, sosial maupun alam. Dalam kalimat yang lebih tergas, tujuan utama pendidikan Islam adalah menciptakan muslim yang shaleh yang oleh banyak ulama digariskan dalam sepuluh ciri, yaitu: 

1. Berbadan sehat

2. Berakhlak baik

3. Berwawasan luas

4. Berkesanggupan berusaha

5. Beraqidah lurus

6. Beribadah benar

7. Bertekad tinggi

8. Berjaga-jaga terhadap waktunya

9. Bermanfaat bagi orang lain

10. Berketeraturan dalam semua amal. 

Dari uraian di atas kita dapat mengatakan bahwa pandidikan Islam adalah pendidikan yang sempurna, dengan kata lain mencakup semua segi pendidikan, baik jasmani, rohani, akal, dan sosial atau dalam bahasa populernya kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan demikian tujuan pendidikan juga akan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.

Bila individu muslim berhasil dididik menjadi manusia-manusia shaleh dan muslih, maka keluarga muslim akan tercipta dengan sendirinya, dan selanjutnya keluarga tersebut akan menjadi dasar bagi pembentukan masyarakat muslim yang baik.