Mathlab Pendahuluan

Pendahuluan
Pada artikel lain saya menuliskan tentang pendahuluan tulisan blog saya, namun pada artikel tersebut, saya tidak sempet menuliskan tentang rujukan dari tiap tiap masalah yang saya kemukakan, makanya, disini saya baru sempat nulis.
  1. Al-Asqalani, Syarh Nukhbat al-Fikr fi Mushthalah Ahl al-Atsar (Mesir: Maktabah al-Qadiriyah, t.th.), hlm. 4
  2. M. Abdurrahman, Pergeseran Pemikiran Hadis, Ijtihad al-Hakim dalam Menentukan Status Hadis (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 2
  3. Lihat Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 26
  4. Ibid., hlm. 26-27
  5. Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, terj. Anas Mahyudin, (Karachi: Central Institute of Islamic Research, 1965), hlm. 45-46
  6. Muh. Zuhri, Hadis Nabi, Telaah Historis dan Metodologi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 28
  7. Dalam sebuah Hadis dikisahkan Umar bin Khaththab telah memberi tugas kepada tetangganya untuk mencari berita yang berasal dari Nabi. Kata Umar, bila tetangganya hari ini menemui Nabi, maka Umar pada esok harinya menemui Nabi. Siapa yang bertugas menemui Nabi dan memperoleh berita yang berasal atau berkenaan dengan Nabi, maka segera ia menyampaikan kepada yang tidak bertugas. Lihat al-Bukhari, al-Jami’ al-Shalih (Beirut ; Dar al-Fikr, t.th.), juz I, hlm. 28
  8. Abu hurairah telah meriwayatkan Hadis sebanyak 5374 buah, yang terdapat dalam Shahih Bukhari 446 buah. Jumlah ini jauh melebihi Hadis yang diriwayatkan oleh shahabat yang lain. Abu Bakar hanya meriwayatkan 142 Hadis, Umar meriwayatkan 437 Hadis, Usman meriwayatkan 146 dan 586 telah diriwayatkan oleh Ali. Inilah yang menyebabkan ada sebagian ulama yang curiga dengan periwayatan Hadis oleh Abu Hurairah yang sedemikian banyak, salah satunya adalah Sharafuddin al-Musawi. Dia menyatakan bahwa tidak masuk akal jika Abu Hurairah yang bersama Nabi hanya 2 tahun (sebelum Nabi maninggal) mampu meriwayatkan Hadis melebihi para sahabat yang 23 tahun bersama Nabi. Lihat Sharafuddin al-Musawi, Menggugat Abu Hurairah, Menelusuri Jejak Langkah dan Hadis-Hadisnya (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), hlm.53-60
  9. H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 38
  10. Lihat Q.S. Al-‘Alaq: 1-5; dan Az-Zumar: 9
  11. Lihat Hadis Nabi yang terdapat dalam al-Bukhari, op.cit., Juz I, hlm. 23
  12. Nabi bersabda: ”Telah cukup seseorang dinyatakan berdusta apabila orang itu menceritakan seluruh yang didengarnya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Hadis ini dan berbagai pernyataan sahabat yang semakna dengannya, dinyatakan oleh an-Nawawi (1277) sebagai petunjuk tentang larangan menceritakan semua berita yang telah didengar. Jika semua yang didengar diceritakan, berarti orang itu telah menyampaikan berita bohong. Lihat: an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, (Mesir: al-Mathba’at al-Mishriyah, 1924), juz I, hlm. 75
  13. Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., hlm. 34
  14. Muh. Zuhri, op.cit., hlm. 34
  15. Lihat al-A’zami, Studies in Early Hadits Literature, hlm. 106-116. Dinukil dari Muh. Zuhri, ibid., hlm. 34-35
  16. Fazlur Rahman, op.cit., h.34-57
  17. Lihat Jalaluddin Rakhmat, “Dari Sunnah ke Hadis, Atau Sebaliknya?”, dalam Budhy Munawar-Rachman (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994), hlm. 228
  18. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek (Jakarta: UI Press, 1979), jilid I, hlm. 57; bandingkan dengan Muhammad al-Khudhari, Tarikh al-Tasyri’ al-Islami (Mesir: Mathba’at al-Sa’adah, 1954), hlm. 103
  19. Muhammad al-Khudhari, Ibid., hlm. 131 dan 134-135. Dinukil dari H.M. Syuhudi Islamil, op.cit., h.41
  20. Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi, Kitab Tadzkirat al-Huffazh (Hiderabat: The Dairati al-Ma’arifi al-Usmania, 1955), juz I, hlm. 2
  21. Hadis yang dikemukakan oleh al-Dzahabi tersebut diriwayatkan (di-takhrij) oleh banyak ulama, di antaranya oleh Malik bin Anas, Abu Daud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Darimi, dan al-Marwazi. Para periwayat dalam sanad Hadis itu berkualitas tsiqah, akan tetapi sanadnya munqathi’, dalam hal ini mursal. Jadi, kualitas sanad Hadis itu lemah (dha’if), karena Qubaisyah bin Dzu’aib yang menyatakan menerima Hadis dimaksud berasal dari Abu Bakar, menurut penelitian sebagian ulama Hadis, ternyata tidak pernah bertemu dengan Abu Bakar. Tetapi menurut al-Dzahabi, Qubaisyah telah meriwayatkan Hadis itu dari Abu Bakar. Dengan demikian Hadis tersebut muttashil sanadnya. Lihat: H.M. Syuhudi Ismail, op.cit., 42
  22. Lihat al-Dzahabi, op.cit., h.5
  23. Ibid., h.8
  24. Lihat Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, Sunan Ibn Majah, naskah diteliti dan diberi notasi oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, Beirut : Dar al-Fikr, t.t., jilid II, h.12 diambil dari HM. Syuhudi Islmail, op.cit., h.45
  25. al-Dzahabi, op.cit., juz I, h.7. Bandingkan dengan Abu ‘Amr Yusuf bin Abd al Barr, Jami’ al-Bayan al-‘Ilm wa Fadhil, Mesir : Idarat al-Mathba’ah al-Munirah, t.t., Juz I, h.121
  26. Lihat Jalaluddin Rakhmat, op.cit., hlm. 229
  27. Lihat Fazlur Rahman, op.cit., hlm. 23
  28. Ahmad bin Hanbal meriwayatkan Hadis dari Utsman bin Affan sekitar empat puluh Hadis saja. Itu pun banyak matan Hadis yang terulang, karena perbedaan sanad. Matan Hadis yang banyak terulang itu adalah Hadis tentang tata cara berwudhu. Lihat Abdullah Ahmad bin Hanbal, Musnad Amad bin Hanbal (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1978), juz I, hlm. 57-75
  29. Ali bin Abi Thalib cukup banyak meriwayatkan Hadis, labih banyak dibanding tiga khalifah yang lain. Ahmad bin Hanbal telah meriwayatkan Hadis melalui riwayat Ali sebanyak lebih dari 780 Hadis. Sebagian Hadis itu berulang-ulang karena perbedaan sanadnya. Lihat Ibid., hlm. 75-180
  30. Hadis riwayat Ali yang tertulis berkisar tentang 1). hukuman denda (diyat), 2) pembebasan orang Islam yang ditawan orang kafir, dan 3). larangan melakukan hukum qishash terhadap orang Islam yang membunuh orang kafir. Lihat al-Bukhari, op.cit., juz I, hlm. 32; juz II, hlm. 178
  31. Definisi sahabat dalam konteks ini mengacu kepada orang yang semasa hidupnya pernah semasa dan berjumpa dengan Nabi, mereka beriman kepada Nabi dan mati sebagai orang Islam. Lihat: Mustafa Amin, Ibrahim al-Tazi, Muhadarat fi ‘Ulum al-Hadits (Jami’ah al-Azhar, 1971), jilid I, hlm. 131. Bandingkan dengan Ajjaj al-Khatib, al-Sunnah Qabla Tadwin (Kairo: Maktabah Wahdah, 1963), hlm. 387. Jika definisi ini yang diambil, jumlah sahabat sangat banyak, maka al-Naisaburi membagi para sahabat dalam beberapa kelompok sesuai dengan tingkat keutamaan: 1). Sahabat yang masuk Islam di Makkah, seperti, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dll; 2). Sahabat yang tergabung dalam Dar al-Nadwah; 3). Sahabat yang ikut hijrah ke Habsyi; 4). Sahabat yang membaiat Nabi di Aqabah al-Ula; 5). Sahabat yang membaiat Nabi di Aqabah al-Tsani; 6). Muhajirin yang menemui Nabi di Quba; 7). Sahabat yang terlibat dalam perang Badar pertama; Sahabat yang hijrah diantara Badar dan Hudaibiyah; 9). Kelompok Baiat al-Ridhwan; 10). Sahabat yang hijrah antara Hudaibiyah dan al-Fath, seperti Khalid bin Walid, Amru bin Ash, Abu Hurairah, dll; 11). para remaja dan anak-anak yang sempat melihat Rasulullah pada waktu penaklukan Makkah dan Haji Wada’ atau di tempat-tempat lain. Lihat: Al-Naisaburi, Kitab Ma’rifat Ulum al-Hadis (Kairo: Maktabah al-Mutanabbi, t.th.), hlm. 22-24
  32. Lihat: H.M. Syuhudi Ismail, op.cit., hlm. 50
  33. Demikianlah, ‘Aisyah dengan tegas menolak periwayatan suatu Hadis yang bertentangan dengan al-Qur’an. Walaupun begitu, Hadis yang tertolak ini masih saja tercantum dalam kitab-kitab shahih. Bahkan Ibn Sa’d, dalam bukunya ath-Thabaqat al-Kubra, mengulang-ulang dengan sanad yang berbeda. Lihat: Muhammad al-Ghazali, op.cit., hlm. 29
  34. Dia juga dikenal sebagai orang yang zuhud (tidak seperti kebanyakan khalifah bani umayyah yang lain), adil, dekat dengan ulama dan juga periwayat Hadis, walaupun Hadis yang diriwayatkannya tidak banyak. Sufyan asy-Syafri dan asy-Syafi’i menyebut khalifat Umar bin Abd al-Aziz sebagai Khulafa ar-Rasyidin yang kelima. Lihat: HM. Syuhudi Ismail, op.cit., h.113
  35. Lihat Ahmad bin Ali bin Hajar al-Ashqalani, Fath al-Bari (t.tp., : Dar al-Fikr wa Maktabat al-Salafiyyah, 600 H), Juz I, hlm. 194-195
  36. Ibid.
  37. Ibid., h. 208
  38. Karya malik bin Anas yang dikenal dengan nama al-Muwaththa’ tersebut sampai sekarang masih ada. Di dalamnya terdapat 1726 Hadis dari Nabi, sahabat dan tabi’in. Menurut hasil penelitian dari jumlah Hadis itu terdapat 600 musnad, 228 mursal, 613 mauquf dan 285 maqthu’. Dari segi sanad, Hadis yang terkandung di dalamnya ada yang shahih, hasan dan dha’if. Kemudian bila dikonfirmasikan dengan Hadis yang ditulis Bukhari dan Muslim, maka diketahui bahwa matan al-Muwaththa’ itu shahih. Lihat Muh. Zuhri, op.cit., hlm. 59. Ignas Goldziher tidak menyetujui karya Malik itu sebagai kitab Hadis, dengan alasan antara lain; 1) belum mencakup seluruh Hadis yang ada, 2) lebih menekankan pada hukum dan pelaksanaan ibadah, serta kurang mengarah kepada penyelidikan dan penghimpunan Hadis, dan 3) tidak hanya berisi Hadis emata, tetapi juga berisi fatwa sahabat (fatwa al-tabi’in) dan konsensus masyarakat Islam di Madinah. Lihat Ignaz Goldziher, Muslim Studies (London: Goerge Alen, t.th.), Vol. 1, hlm. 195-196
  39. HM. Ismail Syuhudi, op.cit., 115
  40. Ibid., h. 116
  41. Lihat Shubhi Shalih, ‘Ulum al-Hadis wa Mushthalahuhu (Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1960), hlm. 117