Umat Islam sangat menyadari bahwa hadits merupakan sumber ajaran setelah Al-Qur'an, oleh karena itu kedudukan hadis bagi umat Islam menjadi penting dan berfungsi sebagai pedoman hidup yang sangat kontroversial, artinya pembahasan dalam penulisan tidak pernah lepas dari kontroversi. Padahal, wacana kodifikasi ini telah dijadikan senjata ampuh oleh para orientalis dan inkar al-sunnah (kelompok yang menentang Sunnah), untuk mendiskreditkan hadis atau sunnah dan mempertentangkan keasliannya sebagai sumber kedua, hukum Islam setelah Al-Qur'an.
Kontroversi di kalangan umat Islam, seperti halnya kritik kaum Orientalis, berkisar pada persoalan validitas penulisan dan pertanggungjawaban hadis dilihat dari aspek pertimbangan normatif (membaca sabda Rasul, Kawan Atsar dan tabiin), hingga akhirnya menimbulkan keraguan terhadap otoritas sunnah itu sendiri dalam sistem yang luas: Syariat Islam.
Pendahuluan
Umat Islam di seluruh dunia sadar akan pentingnya sunnah dalam sistem keagamaan mereka.Walaupun menurut definisi, “Sunnah” adalah perilaku Nabi Muhammad SAW secara keseluruhan, namun pada kenyataannya “sunnah” hampir identik dengan "hadits" ", yaitu" laporan "tentang perilaku Nabi Muhammad. Sejarah menunjukkan bahwa proses pencatatan dan pengumpulan bahan risalah memakan waktu lama, sekitar 200 tahun, yaitu sejak masa perintisan Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri (m. "Laporan" al- Nasa`i (w.303 H/916 M), salah satu tokoh "alKutub al-Sittah".
Juga dari perspektif lain, proses pencatatan dan pengumpulan sejarah sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad, bahkan dari zaman Nabi Muhammad SAW. Muhammad bin Muslim bin Shihab al-Zuhri (m.124 H/742 M) seperti yang dikatakan banyak orang, setidaknya menunjukkan bahwa perjalanan sejarah Nabi Hadits telah melalui periode yang cukup panjang dan berliku-liku. Di kalangan ulama, terdapat perbedaan pandangan tentang penulisan hadis pada masa Nabi Muhammad SAW.
Pendapat pertama menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang para sahabatnya menulis hadits, seperti riwayat yang diterima dari Abu Sa`id al-Khudri, Abu Hurairah dan Zaid bin Sabit yang tercantum dalam Taqyid al`Ilm, karya Ibn Abdul Barr.
Pendapat kedua adalah bahwa Nabi Muhammad SAW akan mengizinkan penulisan hadits, seperti yang diriwayatkan pada Abdullah bin Amr, Abu Syah dan Ali bin Abi Thalib.
Dengan dua pendapat tersebut para ulama mencoba memberikan solusi sebagai berikut : pertama, larangan menulis telah dicabut (dihilangkan) dari informasi yang memungkinkan,
kedua, larangan hanya berlaku jika penulisan hadits digabungkan dengan tulisan. Penulisan La A tersendiri dapat dibenarkan. Namun, banyak ulama berpendapat bahwa keterangan yang memungkinkan penulisan hadis lebih kuat atau rajah (lebih tinggi), sedangkan keterangan yang haram adalah marjuh (lebih tinggi).
Perbedaan antara hak dan larangan menulis hadis telah dipelajari oleh para ulama dari jaman dahulu hingga saat ini, bahkan orientalis membahasnya panjang lebar, seperti halnya Goldziher (ulama Islam). Menurut penelitiannya, para ulama yang melarang penulisan hadis hadis adalah golongan ahlur ra`yi (rasionalis) dan yang membolehkan ahlul hadits (tradisionalis) adalah ahli hadits, seperti Ubaidah dan Ibn Sirin, sedangkan yang membolehkan adalah fuhaqa, seperti Hammad ibn Sulaiama, Muhammad ibn Shihab azZuhri, alA` fikih masy, Abu hanifah, asSauri dan Malik umumnya lebih rasional dibandingkan ulama hadits.Meskipun berbagai pendapat muncul di kalangan ulama, kesimpulan akhir yang ditarik oleh sebagian besar ulama adalah bahwa penulisan hadis telah diizinkan sejak zaman Nabi. mempelajari dan mempelajarinya, namun sejumlah sarjana Barat (non-Muslim) juga tampak menaruh perhatian besar terhadap masalah ini. nabi, terutama yang berkaitan dengan otentisitasnya.
Sebelum membahas masalah lain yang berkaitan dengan sejarah penulisan hadis dan permasalahannya, penulis akan mencoba mengungkap makna hadits atau sunnah itu sendiri.
Kata hadits berasal dari bahasa Arab.Menurut Ibnu Manzhur, hadits berasal dari kata alhadits, jamak dari alhadits alhaditsan dan alhudatsan. Secara etimologis, kata ini memiliki beberapa arti, antara lain: aljadid (yang baru), lawan kata dari alqudim (yang lama), dan alkhabar yang berarti baru atau berita. Mengenai makna terminologis, hadits dirumuskan dalam beberapa pengertian di kalangan para ulama, diriwayatkan oleh Nabi SAW, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, taqrir, atribut dan urusan Nabi.
Dalam istilah Ushul Fiqh, hadits adalah segala sesuatu yang didasarkan pada Nabi (damai dan berkah Allah besertanya) selain Al-Qur'an al-Karim, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi tentang hukum Islam.
Menurut para ahli hukum, hadits adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh Nabi SAW yang tidak ada hubungannya dengan masalah fardhu atau wajib. Oleh karena itu, hadits adalah semua berita yang berkaitan dengan: perkataan, perbuatan, taqrir dan urusan Nabi Muhammad SAW, yang berarti di sini bahwa urusan adalah semua sifat dan keadaan pribadi Nabi.
Adapun yang dimaksud dengan sunnah secara bahasa adalah jalan yang ditempuh, terpuji atau tercela. Sunnah secara istilah adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Muhammad Ajaj alKhatab, apapun yang dikutip oleh Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, ajaran, fitrah, perilaku, jalan hidup, baik sebelum maupun sesudahnya. setelah Nabi diangkat menjadi Rasul
Kodifikasi Hadis dalam Berbagai Istilah Dalam kamus Al-Muhith, kodifikasi atau altadwin diterjemahkan sebagai "kumpulan shahifah" (mujtama` alshuhuf). Altadwin secara terminologi menghubungkan yang berserakan dan mengumpulkannya dalam sebuah tip atau kitab yang merupakan kumpulan shahifiyah.
Dalam perkembangan selanjutnya, beberapa istilah sering digunakan oleh para ulama hadis klasik untuk menunjukkan makna dari catatan atau tulisan hadis. adalah daftar, kurashah, diwan, kitab, shahifah, tumar, darj. Kelima istilah tersebut berukuran sedang, bentuknya menyerupai buku seperti sekarang ini. Sedangkan dua istilah yang disebutkan di bagian akhir umumnya panjang sedang dan melingkar
Periode sejarah penulisan Hadis
Masa Penulisan Hadits Pada Zaman Nabi Masa ini disebut “Ashr alWahyi wa alTakwin” (masa turunnya wahyu dan terbentuknya masyarakat Islam). Mendukung Syariah Islam dan membentuk masyarakat Islam. Narasi hadis pada masa Nabi SAW umumnya mushafahah musyahadah, untuk menerima secara lisan, menginventarisasi dan untuk dihafal dan di amalkan, serta untuk menyampaikannya secara lisan juga. oleh Allah SWT dan waktu turunnya hadits Nabi SAW. Penekanan Nabi SAW dalam memelihara baik dasar maupun sumber syari'at sangatlah penting, agar ada aktivitas dan sikap yang paralel antara pemeliharaan keduanya.
Untuk Al-Qur'an, Nabi Saw menyuruh para sahabatnya untuk menghafalnya dan menuliskannya, dan secara resmi menamai penulis wahyu yang bertanggung jawab untuk mencatat setiap ayat Al-Qur'an yang turun atas petunjuk Inggris langsung dari Nabi SAW, sehingga setelah Wafatnya Nabi SAW, semua ayat Al-Qur'an tercatat meski belum terhimpun dalam sebuah naskah, seperti kitab suci Al-Qur'an.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pada masa Nabi, hadits tidak tercatat secara resmi, berbeda dengan Al-Qur'an, karena masalah non-teknis.
Berikut beberapa masalah nonteknis terkait ketidakmampuan menulis hadits, sebagaimana diungkapkan oleh alKhatib yang bersumber dari hadits atau atsar: Abu Sa`id al-Hudzri diriwayatkan oleh Nabi, berkata: oleh saya. Dan barang siapa menulis kepadaku selain Al-Qur'an, maka dia harus menghapusnya. Abu Sa`id al-Hudzri berkata: “Mari kita berdoa kepada Nabi. Sementara dia mengizinkan kita untuk menulis (menulis hadits), tetapi dia tidak mengizinkannya. "Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dia berkata," Rasulullah SAW datang kepada kami dan kami sedang menulis hadits. Lalu dia bertanya, "Apa yang kamu tulis?“Kami menjawab, 'Kami sedang menulis sebuah hadits yang kami dengar darimu, ya Rasulullah! Kemudian dia berkata: Tulisan-tulisan selain Kitab Allah, tahukah Anda, umat sebelum Anda tersesat hanya karena mereka menulis tulisan-tulisan lain dengan Kitab Allah.
Para sahabat yang menunjukkan kemampuan menulis hadits adalah:
1. Abdullah bin Amr bin al-Ash ra. Dia berkata, "Saya menulis semua yang saya dengar dari Nabi SAW. Saya ingin menghafalnya, tetapi orang-orang Quraisy mengatakan kepada saya. melarang. Mereka berkata, "Kamu menulis semua yang kamu dengar tentang Rasulullah Saw., sedangkan dia adalah manusia biasa yang terkadang berbicara dalam keadaan marah dan bahagia.” Saya pun berhenti menulis. Kemudian saya teringat dia ketika dia mengarahkan jarinya ke mulutnya sambil berkata, “Tulislah, maka untuk cinta Allah yang jiwa ada di tangannya, bukan dari (mulut) melainkan kebenaran.”Abu Hurairah berkata: “Tidak ada sahabat Nabi SAW. Sumber kisah hadis lebih dari saya, kecuali kisah Abdullah bin Amr karena dia menulis, sedangkan saya tidak menulis.
2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang kawan Anshar menyaksikan hadits Rasulullah Saw, tetapi tidak menghafalnya. Dia bertanya kepada Abu Hurairah, dan dia juga memberitahunya. Kemudian dia mengadu kepada Rasulullah Saw. Kelemahan hafalannya. Jadi Nabi hidup.berkata, "Bantulah hafalanmu dengan tangan kananmu! (tulis). Rafi` bin Khadij melaporkan bahwa dia berkata, "Ya Rasulullah, kami telah mendengar banyak hal darimu (hadits). Bisakah kita menuliskannya? Dia berkata, 'Tulislah dan itu tidak masalah.
3. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berkata, “Nabi SAW bersabda, “Hubungkan ilmu dengan tulisan.
4. Diriwayatkan oleh Nabi SAW. yang menulis tentang sedekah, diyat, fara`idh dan sunah0sunah lainnya untuk Amr bin Haz dan lainnya.
5. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa ketika Allah SWT. memberikan kemenangan kepada Nabi SAW. Kemudian seseorang dari Yaman, Abu Syah, berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, tuliskan untukku pidato itu. Kemudian dia berkata kepada teman yang lain, “Tulislah untuknya.
6. Diriwayatkan oleh Ibn 'Abbas yang berkata, "Ketika Nabi. Sakit, dia berkata," Bawakan saya sebuah buku, saya akan menulis sesuatu untuk Anda agar Anda tidak tersesat setelahnya.“Atas dasar penjelasan yang membolehkan dan yang mengharamkan penulisan hadits, maka para ulama mencoba mengkompromikan hadits-hadits yang melarang penulisan dan yang membolehkannya. Pendapat mereka (akibat kompromi) terdiri dari Empat Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa hadits Abu Sa`id al-Hudzri adalah mawquf sendiri, sehingga tidak bisa dijadikan dalil. dicampuradukkan dengan Al-Qur'an Kemampuan menulis hadis hanya diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalan saja, seperti Abu Syah Keempat, larangan menulis hadits bersifat umum, sedangkan kompetensi adalah spesifikasi, yang terbatas pada orang yang pandai membaca dan menulis, tidak perlu khawatir membuat kesalahan., seperti 'Abdullah bin' Amr, yang di dalamnya Rasulullah SAW memiliki kepercayaan besar
Masa penulisan Hadits pada masa pendampingan (Khulafa alRasyidin 11:40 H) Masa ini disebut “Ashr alTatsabbut wa alIqlal min alriwaya”, yang merupakan masa pengelasan dan penyusutan. Nabi wafat pada pukul 11.00, meninggalkan dua pegangan bagi umatnya sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu Al-Qur'an dan hadits (Sunnah) yang harus disimpan untuk pengaturan semua aspek kehidupan umat.
Adapun perhatian para khalifah Alrasyidin terhadap hadits pada prinsipnya dapat dijelaskan sebagai berikut: dan para sahabat berpendapat bahwa hadits merupakan dasar tasyri`, sehingga setiap malam syariat Islam selalu berpedoman oleh hadits-hadits bersama dan atau kemudian berpedoman pada ketentuan Al-Qur'an mereka menyatakan bahwa "Ketahuilah, biarlah orang yang hadir menuntun kepada orang yang tidak hadir (jauh"). Penulisan hadis masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi, meskipun Khalifah Umar memiliki ide untuk mencatat hadits, namun niatnya terbalik setelah beristikharah.
Ada beberapa pertimbangan, karena para sahabat tidak secara resmi menulis hadis, pertimbangannya sebagai berikut:
Agar tidak mengganggu ummat Al-Qur'an. Perhatian kawan-kawan Khilafah Alrasyidin ada pada Al-Qur'an seperti yang terlihat dalam hal pengumpulan dan pembukuan untuk menjadi mushaf. Para sahabat telah menyebar begitu baik sehingga ada kesulitan dalam menulis hadits. dan Tabi`in (40 H - 100 H) Periode ini disebut “Ashr Intisayar alRiwayah ila alAmshar”, yang merupakan periode perkembangan dan perluasan narasi hadits. Pada waktu itu ruang Islam meluas, yaitu di Syria, di Irak, di Mesir, di Samarkand juga pada tahun 93 Hijriah di Spanyol, disertai dengan kepergian kawan-kawan dari daerah, khususnya untuk menduduki jabatan-jabatan pemerintahan dan penyebaran dakwah. pengetahuan agama. hadits Nabi SAW, pergi mencari hadits, bertanya dan mempelajari para sahabat besar yang menyebar ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah, oleh karena itu, pada periode ini, selain penyebaran narasi hadits di di pelosok Jazirah Arab, kunjungan untuk mencari hadis juga berlipat ganda.Saat itu dikenal dengan booming penceritaan hadis, muncul bendahara hadits dan lembaga hadits (pusat pengembangan) juga bermunculan di berbagai pelosok tanah air. Hurairah, menurut Ibn alJauzi, melaporkan 5374, menurut alKirmany 5364. `Abdullah ibn` Umar, melaporkan 2630 Anas ibn Malik, melaporkan 2276` aisyah, istri Nabi, melaporkan 2210`Abdullah ibn` Abbas, melaporkan 1660, Abuir ibn ` 1540 Sa `id al-Khudri, dilaporkan tahun 1540 ibnAbdullah Mas'ud'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash.
Adapun institusi hadis yang menjadi pusat penggalian, pendidikan dan penjabaran hadits, ditemukan di berbagai tempat antara lain :
Madinah, dengan tokoh-tokohnya Abu Bakar, 'Umar', Ali, Abu Hurairah, ' A' ishah, Ibn 'Umar, Abu Sa'id al-Khudri, Zaid ibn Tsabit (di antara para sahabat),' Urwah, Sa'id, al-Zuhri, 'Abdullah ibn' Umar, al - Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr , Nafi`, Abu Bakar ibn Abd alRahman Ibn Hisyam, Abu Zinad (di antara tabi`in). Mekah, dengan angka; Mu`adz, Ibn `abbas 9 dari para sahabat), Mujahid,` Ikrimah, Atha` ibn Abi Rabbah, Abu alZubair Muhammad ibn muslim (tabi`in) .Kuffah, dengan tokoh-tokohnya; 'Ali,' Abdullah ibn Mas`ud, Sa`ad ibn Abi Waqas, Sa`id ibn Za`id, Khabbah ibn alArat, Salman alFarisi, Abu Juhaifah (partner), Masruq, `Ubaidah, alAswad, Syuraih, Ibraubair, Sa ibn Jjn, `Amir ibn Syurail, alSyab`bi (tabi`in). Basra, dengan karakternya; Anas ibn Malik, 'Utbah, Imran ibn Husain, Abu Barzah, Ma'qil ibn Yasar, Abu Bakrah,' Abd alRahman ibn Samurah, 'Abdullah ibn Syekhkhir, Jariah ibn Qudamah 9sahabat), Abu al'Aliyah, aliyah sirhammad ibn Samurah, Abu Sya`tsa, Jabir ibn Zaid, Qatadah, Mutharraf ibn `Abdullah ibn Syikhkhir, Abu Bardah ibn Abi Musa (tabi`in) .Syam, dengan tokoh-tokohnya; Mu`adz ibn Jabbal, `Ubadah ibn Tsamit, Abu Darda (sahabat), Abu Idris alKhaulani, Qabisah ibn Dzuaib, Makhul, re` ibn Haiwah (tabi`in). Mesir, dengan karakternya; `Abdullah ibn`Amir,` Uqbah ibn `Amir, Kharijah ibn Hudzaifah,` Abdullah ibn Sa`ad, Mahmiyah ibn jur, `Abdullah ibn Harith, Abu Basyrah, Abu Sa`ad alKhair, Martsad al0Yaziri in) Kemudian Habib ke Era Dari para sahabat dan tabi`in kecil, hadits telah mengalami perkembangan yang signifikan, dan tentunya tidak hanya dalam bentuk lisan tetapi juga dalam bentuk tulisan mulai berkembang dengan munculnya tokoh-tokoh naratif dan lembaga hadits di berbagai daerah.
Periode penulisan hadis pada abad ke-2 dan ke-3 H (100 - 200 H dan 200 H - 300 H).
Periode ini disebut 'Asahr alKitabah al Tadwin', yaitu periode penulisan dan akuntansi. Secara umum. Karena jika secara individu sebelum abad ke-2 H banyak hadits yang ditulis baik pada masa tabi` di kalangan sahabat masa kecil, sahabat baik dan juga sejak zaman Nabi.Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abd al-Aziz tahun 101 H.
Adapun hal-hal yang mendorong munculnya upaya nikah hadits yang resmi adalah sebagai berikut:
Para sahabat dan tabi'in yang hafal hadits merasa sangat cepat karena meninggal di medan perang.Perjuangan mendongeng lisan dengan hafalan dan ingatan dalam keseragaman pengucapan dan makna tidak bisa bertahan lama, alasannya karena tingkat keimanan di kalangan umat Islam melemah. masyarakat dan kehidupan Faktor eksternal: Pengaruh dari luar antara lain Semakin banyak masalah kehidupan dari waktu ke waktu di berbagai bidang kehidupan; sosial, ekonomi dan politik. Ada serangan terus menerus dari orang-orang yang sengaja merusak hadits dengan mengaburkan hadits yang sebenarnya. Sejak tahun 40 H, narasi hadis dikaburkan dengan munculnya pemalsuan hadits yang dilakukan oleh orang-orang kafir, munafik dan zindiq. Tidak ada lagi ketakutan bahwa Al-Qur'an dan hadits akan tertukar, agar tidak menimbulkan kerancuan pada Al-Qur'an sebagai tasyri` pertama yang dicatat, maka hadits yang berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an, harus dicatat. secara otomatis. Ilmu pengetahuan semakin maju karena semakin luasnya bidang pengenalan umat dan pertemuan peradaban antara umat Islam dengan anak negeri yang kemudian menjadi wilayah Islam, serta pengaruh literatur luar, mendorong dan mendorong kearah pentadwinan/hadits. akuntansi, karena hadits merupakan sumber ilmu.Bagi umat Islam, sudah ada potensi atau sarana untuk menulis, menghimpun dan mempertanggungjawabkan hadits, yaitu keterampilan literasi yang semakin populer di kalangan orang Arab dan semakin bersemangat untuk melestarikan dan membangun Sunnah Nabi. , baik untuk mencari, memahami, menghafal, mengamalkan dan menyebarluaskan Dengan demikian, untuk kegiatan ibadah hadits, umat Islam siap lahir batin.
Periode penulisan hadis pada periode Mutaakhirin (300 H. Periode ini disebut "Ashr alTahzhib wa alTartib wa al Istidrak wa alJami`i". H dari 656 H, pada akhir Daulah Bani Abbas (Abbasiyah) hingga periode berikutnya Masa ini disebut “Ashr alSyarh wa alJami`I wa alTakhrij wa alBahts”, yaitu masa penyerahan, pengumpulan, pentakhrijan, dan pembahasan, persiapan, persiapan spesialisasi dan kitab-kitab tafsir, serta kitab-kitab gabungan dan lain-lain. Kegiatan Tadwin hadits abad IV H, dan selanjutnya disebut kegiatan Tadwin ba`da tadwin.
Dari semua kegiatan tersebut dapat diklasifikasikan dikutip dan disimpulkan sebagai berikut :
Hadits Tadwin dengan perluasan dan penyempurnaan sistem dan model; Tadwin hadits dengan cara mengumpulkan hadits-hadits shahih yang tidak terdapat dalam kitab-kitab shahih. Tadwin hadits dengan mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat, salah satunya tidak shahih olehnya. Buku itu berjudul Mustadrak. Hadits yang diambil dari sebuah kitab, misalnya dari alJami` al Shahih al-Bukhari, kemudian diceritakan dengan mata rantai transmisinya sendiri selain dari rantai transmisi yang terdapat dalam kitab tersebut. Buku itu berjudul Mustakhraj. beberapa buku. Tadwin dalam upaya mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam satu kitab, kemudian dikumpulkan di kitab lain dengan peristiwa-peristiwa, dan bagaimana nilainya. Kitab dengan tadwin demikian disebut kitab takhrij. abkitab sebelumnya menjadi buku pribadi, buku ini disebut Kitab Zawaid.tadwin hadits menggabungkan hadits yang dikumpulkan dari buku lain, yaitu isi buku asli, enam buku. Kitab beberapa kitab hadits disebut Kitab Syarah. Adapun Tadwin, meringkas isi dari beberapa kitab hadits, maka hadits tersebut disebut Kitab Syarah., yaitu mengumpulkan hadits tentang keutamaan alam, menggambarkan perubahan yang baik dan menjauhi perbuatan yang dilarang. zkar, kompilasi haditsadist Adzkar. PenutupKomitmen kuat para sahabat terhadap ajaran Islam memunculkan dua pandangan mendasar: Pertama, para sahabat enggan mensucikan Al-Qur'an yang pada waktu itu masih sangat baru terkontaminasi dokumen-dokumen lain di luar Al-Qur'an. diilhami oleh beberapa pernyataan Nabi. Terlihat, tentang larangan menulis. Kedua, kawan-kawan yang ingin melestarikan tradisi Nabi Muhammad, berusaha mengabadikannya melalui tulisan, selalu mencampurkannya dengan Al-Qur'an.45 Jelas di sini bahwa awal mula kontroversi dalam penulisan hadis sebenarnya didasarkan pada di D sebaliknya, mereka yang melarang penulisan hadits, tidak ingin di masa awal turunnya Al-Qur'an, hadits tersebut segera dicatat karena hal ini akan mempengaruhi kualitas Al-Qur'an sebagai wahyu Allah, namun di sisi lain, mereka ingin tradisi Nabi Muhammad tetap diamalkan, sehingga perlu ada upaya. oleh para ulama sebelumnya telah melihat perkembangan yang penting. Tentunya hal ini menambah keyakinan kami bahwa Al-Qur'an sebagai pedoman hidup dilengkapi dengan hadits Nabi Saw, sehingga dalam mengamalkan ibadah kita memadukan dua garis pedoman hidup.
0 komentar
Posting Komentar